3 Secret Tips To Drive Footfall To Your Event

Nothing is worse than putting your blood, sweat and tears into planning an awesome event only to have no one show up! Thankfully, there are a few extra steps you can take to drive footfall to your…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Berebut salah itu indah

Ilustrasi : Tirto.id

Dua hari yang lalu pengajian Ust. Bahtiar Nasir dibubarkan di Malang. Tepatnya di hotel Radho Syariah Bareng Kecamatan Klojen Malang. Itupun setelah ditolak di dua tempat: di Dau dan UNIBRAW. Permasalahn utamanya adalah karena MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia) sebagaia lembaga dakwah yang digadang-gadang sejak 2012 itu dianggap sebagai salah satu sayap dari HTI. Dengan kata lain ada anggapan bahwa pengajian yang bertema “Tazkiyatunnufus” di Malang dua hari yang lalu memiliki unsur radikal dan provokatif.

Beberapa bulan yang lalu, juga terjadi hal semacam itu, walaupun bukan bersifat pembubaran, tetapi Gus Muwafiq dianggap menistakan Nabi Muhammad SAW di dalam salah satu ceramahnya. Bahkan penghakiman terhadap beliau bergentayangan di media online kesayangan anda.

Dalam hal ini ada dua argument ad hominem yang dipermasalahkan. Di satu sisi menyerang argument Gus Muwafiq yang dianggap menistakan nabi, di satu sisi menyetujui bahwa Ust. Bahtiar Nasir dianggap sebagai salah satu ustad yang radikal. Lantas apa permasalahannya? Permasalahannya adalah ruang publik digiring terhadap kondisi judgment kebenaran sepihak. Tetapi HTI kan sudah dibubarkan dengan alasan dan penelitian yang mendalam terkait itu, pun Gus Muwafiq, tidak sedikit Kyai yang menilai bahwa ia memang benar bersalah dalam argumennya.

Jika memang HTI dibubarkan apakah berpengaruh terhadap simpatisan HTI? Atau sebaliknya, walaupun Gus Muwafiq bersalah apakah berkurang simpatisan beliau? Dengan kata lain, ada kemelekatan yang mendalam di hati dan benak manusia, yang sulit untuk dilepaskan: keyakinan dan kecintaan. Ada yang mencintai HTI, begitu juga Gus Muwafiq.

Dalam hal ini bukan perihal siapa yang salah dan siapa yang benar. Tetapi mengapa selalu terjadi pembenaran sepihak yang jelas-jelas tidak ada ruang untuk duduk bersama. Apakah akan selalu menjadi ruang kontestasi publik sehingga masyarakat terombang-ambingkan pemahamannya. Apalagi di zaman tabi’in attabi’in ini. Agaknya falsafah jawa yang berbunyi “Aja rebutan benner, ngin rebutano salah” sangat sesuai dengan kondisi keagamaan kita hari ini.

Tacit knowledge (pengetahuan diam-diam) adalah alasan mengapa sering terjadi Power judgment di berbagai pihak. Dalam hal ini siapa saja yang menganggap bahwa kebenaran ini milik satu pihak dan menganggap pihak yang lain tidak lebih benar dari pada dirinya. Biasanya yang merekam dan menulis sejarah adalah siapa yang menang dan siapa yang berusaha.

Saya sering membayangkan percakapan imajiner antara beberapa kelompok ormas, sebut saja ormas A dan ormas B.

Ormas A : Kita harus kembali kepada Qur’an dan sunnah

Ormas B : Lho…. Kan apa yang kita lakukan ini sesuai dengan Qur’an dan Sunnah.

Ormas A : Tapi ada beberapa yang bid’ah toh, tahlilan, nyekar ke makam, dan banyak lagi yang bid’ah, apalagi itu semua tidak ada di jaman Nabi.

Ormas B : Kalau ngomong ada dan tidaknya di zaman Nabi, kita semua bid’ah bung.

Ormas A : Lho, kog gitu?

Ormas B : Ya, coba saja kita kemana-mana mengendarai apa? Pakai mesin buatan jepang kan? Dan di zaman nabi masih pakai unta.

Ormas A : Lho, yang saya maksud dalam kontek ubudiahnya kang.

Ormas B : Oke, Tuhan dan Nabi kita sama apa ndak?

Ormas A : ya Tuhan dan Nabi umat Muslim itu pasti Allah dan Nabi Muhammad.

Ormas B : Ya sudah, berarti ndak ada yang beda.

Ormas A : Yang beda itu pemahaman kita kang

Ormas B : terus yang sama?

Ormas A : sama-sama Muslim

Ormas B : terus masalahnya apa?

Ormas A : bid’ahnya itu

Ormas B : bukan, masalahnya adalah, kita sama-sama berebut benar kayaknya.

Ormas A : Lho bukannya itu bagian Amar ma’ruf nahi munkar?

Ormas B : iya, tapi kalau merasa benar itu bukan amar ma’ruf, tapi amar munkar

Ormas A : lah, ini anda menuduh!

Ormas B : ndak lah, saya cuma berargument. Gini aja? Ini ada kopi, anda sepakat ndak kalau ini kopi?

Ormas A : iya sepakat.

Ormas B: berarti anda tidak sepakat kalau saya mengatakan bahwa itu gelas?

Ormas A : ya tidak, kan itu jelas kopi.

Ormas B : nah itulah sudut pandang. Intinya sama, bah wa itu gelas, Cuma di dalamnya ada kopi. Atau iya itu kopi tapi dituang ke dalam gelas.

Ormas A : berarti kita selama ini kita Cuma ngobrolin persepsi masing-masing ya. Tanpa tahu hakikatnya.

Ormas B : Bisa jadi.

Dengan kata lain, tidak ada ruang untuk duduk bersama, ngopi bareng, lalu berdiskusi. Tentu hal ini akan membutuhkan kerja keras. Tetapi tidak ada salahnya ketika mencoba untuk berebut salah, tanpa mendahulukan superpowernya masing-masing.[]

Add a comment

Related posts:

Our Shared Responsibility to Safety and Democracy

My campaign is committed to building, supporting, and strengthening connections to help people continue to feel a sense of community during this crisis. We are providing maximum accommodation for…

How to generate leads for startups and small Businesses for free of cost

If you have recently started a business then you must be facing a lot of difficulties in getting the Leads or in getting the leads. The major problem is that even if we get some Leads it is very…

Our Crystal Ball is not Clear

If you can answer any of these… go to the bottom of the article and write it down for others to read. A crystal ball is essentially a bi-convex spherical lens with a uniform radius of curvature…