Password less SSH Authentication

In this blog I will be stepwise explaining the flow of password less SSH authentication using the pem file. Pre-requisites are a basic knowledge of servers and SSH. When ever we create a SSH key…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Over The Wine

Pesawat yang ditumpangi dua anak adam itu lepas landas tepat pada pukul sembilan lewat lima belas menit di malam hari, sesuai dengan jadwal keberangkatan yang ditetapkan sebelumnya. Caleb sengaja memilih waktu di penghujung hari untuk berangkat ke Pulau Dewata sebab ia ingin langsung beristirahat begitu tiba di sana. Sebelumnya, ia juga sudah berkomunikasi dengan Mami yang telah sampai sejak kemarin karena beliau harus ikut mengurus beberapa hal terkait pernikahan keponakannya.

Keduanya memilih kursi di bagian pinggir dengan Kyle yang mendapat window seat, sesuai dengan keinginan pria itu jika bepergian menggunakan pesawat terbang. Lantas, ia pun tak dapat menyembunyikan rasa senangnya yang terlihat dari bagaimana dirinya tersenyum sumringah sejak mereka memasuki pesawat.

Caleb yang menyadari hal itu pun turut merasa senang, gemas dengan tingkah pria di sampingnya yang serupa seperti anak kecil.

Someone’s happy, I guess?” Ledeknya dengan sedikit berbisik, membuat Kyle menoleh ke arahnya dengan senyum ceria terlukis di wajahnya, lengkap dengan lesung pipi yang samar terlihat di kedua sisi.

Thanks to you,” balasnya singkat, menyandarkan kepalanya di bahu si Taurus untuk mencari kenyamanan. “Makasih, ya, Cal. Kamu udah ngajak aku jalan-jalan kayak gini. I appreciate it a lot.”

Caleb meraih satu tangan Kyle untuk dibawa ke dalam genggaman di atas pangkuannya, mengusap punggung tangan pria itu dengan ibu jarinya secara perlahan.

“Iya, sayang, sekalian healing sebentar. I know you have a lot on your mind,” ucapnya pelan. “Nanti, kamu nggak boleh kepikiran soal itu, ya. Kita seneng-seneng aja di sana. Okay?”

Anggukan dari Kyle pun menjadi jawaban dari pertanyaan retoris yang dilontarkan Caleb tadi.

Mungkin, keputusan dirinya membuka diri kepada pria itu dinilai sudah tepat. Sejak ia menceritakan pengalaman pahit tentang keluarganya, Caleb tak henti-hentinya meyakinkan bahwa akan ada akhir yang baik untuk Kyle di kemudian hari. Ia juga jarang bersikap menyebalkan dan justru sedikit lebih manja dengannya pada beberapa hari terakhir.

Saat Caleb sibuk mencari tayangan di layar yang terdapat di depannya, diam-diam Kyle memperhatikan pria itu dari bawah seraya membayangkan betapa bahagianya memiliki pasangan seperti pria itu.

What are you looking at?” Ujar Caleb tiba-tiba, membuat Kyle seketika tersadar dari lamunannya.

Ia pun tak mengubah posisinya, masih menatap ke arah Caleb dengan kedua manik hitam yang berbinar akibat pantulan lampu kecil di atas kursi mereka serta sebuah senyum manis terlukis di wajahnya.

What else?”

Jika penerangan di sana kala itu cukup memadai, mungkin Kyle bisa menangkap presensi semburat merah jambu di wajah Caleb. Entah mengapa, pria itu merasa tersipu malu akibat perkataan Kyle barusan.

As much as I want to kiss you right now, aku gamau sampe kelepasan,” Kyle berucap seraya kembali membuat dirinya nyaman di bahu si Taurus, memejamkan kedua mata untuk bersiap tidur.

“Kalo gitu, nanti aku tagih pas di villa, ya,” tantang Caleb yang kemudian mendapat pukulan ringan di perutnya dari Kyle.

“Aku jadi nyesel ngomong begitu.”

Sebuah kekehan lolos dari mulut Caleb, dan tak lama setelahnya Kyle merasakan sisi kepalanya diberi kecup sebelum akhirnya Caleb mematikan lampu kecil di atas mereka, bersiap untuk berangkat ke alam mimpi.

“Bercanda, sayang. Aku ikut kamu aja maunya gimana, yang penting sekarang kita istirahat dulu. Rest well, love.”

Selama penerbangan yang menempuh waktu kurang lebih dua jam lamanya, baik Kyle maupun Caleb menghabiskan waktu dengan beristirahat. Kyle menjadi yang pertama terlelap, sementara Caleb sempat menonton film — meski hanya tiga puluh menit pertama — sembari menunggu rasa kantuk menghampiri.

Posisi tangan keduanya juga masih sama, dengan jemari yang saling bertaut seakan tak ingin terlepas barang sedetik pun.

Waktu menunjukkan hampir pukul dua belas malam saat sang co-pilot membuat pengumuman bahwa beberapa saat lagi pesawat tersebut akan mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali. Para penumpang pun diminta untuk mengenakan sabuk pengaman demi keselamatan diri masing-masing.

Melihat kedua pemuda itu masih terlelap, salah seorang pramugari pun menghampiri mereka, menepuk pelan bahu Caleb bermaksud untuk membangunkan dirinya.

“Permisi, Mas, sabuk pengamannya boleh tolong dipakai? Sebentar lagi kita sudah mau mendarat,” ucap perempuan tersebut dengan ramah, kemudian melirik ke arah Kyle sebagai kode agar Caleb membangunkan pria di sampingnya itu.

Oh, okay. Thank you.”

Begitu sang pramugari berjalan menjauh, Caleb dengan perlahan mengusap lengan Kyle untuk membuatnya terbangun. Beruntung, pria itu merupakan seorang light sleeper, sehingga tak sulit bagi siapapun untuk membangunkannya.

“Kyle, bangun dulu, yuk,” ujar Caleb seraya mengubah posisi duduknya menjadi lebih tegap.

“Mmmh… Kita udah sampe?” Tanya Kyle begitu terbangun dari tidurnya, kemudian merentangkan kedua tangannya ke atas bak seorang bayi.

Not yet, tapi sebentar lagi. Tadi kita diminta pake safety belt karena udah mau mendarat.”

Kyle pun mengikuti arahan yang diberikan Caleb, mengencangkan sabuk pengaman pada bagian perutnya. Ia juga langsung merapikan barang bawaan yang sempat ia keluarkan dari tas kecil miliknya.

Namun, tiba-tiba terjadi guncangan kecil pada pesawat yang mereka naiki, membuat Kyle secara refleks memeluk lengan Caleb dan menyembunyikan wajahnya di sana.

“Sshh.. It’s okay, Kyle, aku di sini. Kamu pegangan terus sama aku, ya. We’re gonna be okay.”

Pegangan Kyle pada lengan kanan Caleb secara berangsur melemah begitu si Taurus mengusap rambutnya dengan lembut. Pria itu memang tahu bagaimana membuat Kyle nyaman.

Thank you, Cal.”

Setelah mengambil koper masing-masing di area baggage claim, Caleb mengarahkan Kyle untuk menuju sebuah restoran cepat saji, tempat kedua orang tuanya menunggu untuk menjemput mereka. Dengan sedikit cemas, Kyle sedari tadi mencoba menstabilkan sirkulasi pernapasannya agar tak terlalu terlihat tegang di hadapan mereka.

Begitu keduanya tiba di restoran tersebut — yang ternyata buka selama 24 jam penuh — Caleb langsung menghampiri salah satu meja yang ditempati oleh sepasang laki-laki dan perempuan — yang tak lain adalah orang tuanya sendiri.

“Eh, anak Mami akhirnya dateng juga!” Ucap perempuan tersebut seraya berdiri dan langsung memeluk putranya dengan riang, sedikit berbeda dengan Papi yang hanya menepuk pelan bahu Caleb sambil tersenyum simpul.

Perasaan bahagia yang Caleb alami tiba-tiba lenyap begitu mengingat bahwa ia belum memperkenalkan Kyle pada kedua orang tuanya. Ia bahkan meninggalkan pria itu di depan restoran tanpa mengajaknya masuk bersama-sama.

Ia pun langsung bergegas menuju tempat Kyle menunggu, mendapati pria itu tengah duduk dengan kepala yang menunduk, seperti sedang memikirkan sesuatu.

Hey, Kyle, sorry.. Aku tadi langsung main masuk gitu aja, sampe ninggalin kamu di sini,” ucapnya seraya setengah berjongkok dengan salah satu lututnya menjadi tumpuan. “Masuk, yuk? Ketemu Mami sama Papi di dalem. Abis itu, kita langsung ke villa. Oke, cantik?”

Kyle menatap Caleb dengan tatapan sendu, seakan ingin mengatakan sesuatu namun untaian kalimat tersebut seperti tertahan di mulutnya. Lantas, ia pun mengangguk, kemudian perlahan berdiri dengan satu tangan Caleb berada di pinggangnya, merangkulnya dari samping.

“Mami, Papi, ini Kyle.. Yang tinggal bareng sama Cal di apart,” ucap Caleb memperkenalkan si Desember, membuat yang lebih muda sedikit tersipu malu.

Whoa, jadi kamu yang namanya Kyle? Ternyata gak beda jauh sama di foto, ya,” ujar Mami merespons ucapan Caleb tadi. “Sama-sama cantik.”

Ah, sekarang Kyle paham dari mana sifat Caleb berasal. Mungkin memang peribahasa buah jatuh tak jauh dari pohonnya itu memang benar adanya.

“Makasih banyak, Tante.. Salam kenal, saya Kyle,” ucapnya kemudian mengulurkan tangannya, bermaksud ingin mengajak perempuan itu berjabat tangan yang tentunya langsung disambut baik oleh Mami.

“Salam kenal juga, Om. Saya Kyle, temennya Caleb.”

Senyuman yang terlukis di wajah Caleb seketika luntur begitu mendengar Kyle memperkenalkan diri sebagai teman-nya.

Mami yang menyadari hal itu pun hanya menggelengkan kepala seraya tertawa kecil, membuat sang putra semakin kesal.

“Oh, ya. Nice to meet you, Kyle,” balas Papi singkat, lalu memasukkan ponsel serta dompet miliknya ke dalam saku bajunya sebelum kemudian berdiri untuk meninggalkan restoran tersebut.

“Kita jalan sekarang aja, ya, nanti takut kemaleman.”

Sebuah ruangan yang terletak di bagian pojok bangunan berlantai tiga tersebut sebenarnya bisa dibilang terlampau luas untuk disebut sebagai sebuah ‘kamar’. Bahkan, jika diperkirakan, luas ruangan tersebut hampir sebesar apartemen yang mereka tempati di Jakarta.

Begitu memasuki kamar yang akan ia tempati bersama dengan Caleb untuk beberapa hari ke depan, Kyle langsung menaruh koper miliknya dan juga Caleb di dekat lemari, kemudian merebahkan tubuhnya di sofa besar yang terletak di tengah ruangan.

Matanya terpejam untuk sesaat, kemudian merasakan tempat di sebelahnya sedikit menurun, pertanda bahwa ada seseorang yang ikut duduk di sana.

The room is very nice, untung kita kebagian di sini. Kalo nggak, sayang banget,” ucap Caleb dengan kedua tangan di belakang kepala, menatap ke arah langit-langit ruangan.

I know right. Udah gitu posisinya di pojok, jadi nggak terlalu deket sama yang lain. Aman, deh,” ucap Kyle dengan santai, namun tidak dengan Caleb yang tiba-tiba memiringkan tubuhnya ke arah Kyle dan tak melepaskan pandangannya dari sosok pria di sampingnya.

“Emang kenapa kalo jauh dari yang lain?”

I mean, gaada orang lewat, terus, hmm.. Ya, gak berisik juga,” jawab Kyle dengan sedikit gelagapan setelah menyadari bahwa perkataannya tadi bisa saja terdengar ambigu.

“Bener kayak gitu?” Tanya Caleb dengan intensi menggoda si Desember yang mulai terlihat salah tingkah sendiri. “Atau maksud kamu, kalo kita berisik, gak akan kedengeran sama orang lain, gitu?”

“Caleb!”

Sebuah pukulan ringan pun hendak dilayangkan ke arahnya, namun tiba-tiba ia menahan tangan Kyle dan membawanya ke dadanya hingga pria itu dapat merasakan detak jantungnya.

Wait, why’re your heart beating so fast? Kamu gak abis minum kopi, dan gak lari juga, kan?” Tanyanya sedikit panik begitu merasakan jantung Caleb yang berdebar sedikit terlalu kencang.

I don’t know, maybe it’s because of you?”

“Loh, kenapa? Dari tadi aku diem aja?”

Tak langsung menjawab, Caleb pun beralih membawa tangan Kyle ke depan bibirnya untuk kemudian diberi cium lagi di sana.

“Justru itu. Kamu diem aja, akunya udah begini. Gimana kalo gak diem?”

“Ck, gombal. Udah, ah, aku mau mandi dulu.”

Saat Kyle hendak berdiri, tiba-tiba tangannya kembali ditarik dan tubuhnya terhuyung menimpa Caleb yang masih dalam posisi berbaring di sofa.

Where are you going, hm? Temenin aku aja di sini,” ucapnya dengan suara yang berat, namun dengan intonasi yang sangat lembut.

“Aku cuma mau mandi, Caleb. Lagian, emangnya kamu mau ngapain pake minta ditemenin segala?”

I ordered red wine earlier, jadi kamu harus temenin aku.

Sontak, ekspresi wajah Kyle berubah masam, pertanda ia tak mengindahkan perkataan yang terlontar dari mulut Caleb barusan. Orang aneh mana yang baru saja tiba dari luar kota — bahkan luar pulau — namun langsung mengajaknya minum saat itu juga?

Ya, mungkin jawabannya adalah seorang Caleb Sebastian North.

“Kamu gila.”

Sebuah kecup pun mendarat di hidung mancung Kyle yang kebetulan berada tepat di depan ranum si Taurus.

I guess it’s safe to say that you’re even crazier karena mau sama orang gila kayak aku.”

Ingatkan Kyle untuk benar-benar melayangkan pukulan pada Caleb nanti. Mungkin pria yang satu itu memang harus diberi pelajaran agar tak bertindak semaunya — meskipun tak dapat dipungkiri bahwa Kyle sesungguhnya juga menyukai perlakuan Caleb padanya.

Okay, then. Tapi aku gak ikut minum, ya.. Lagi gak kepengen.”

Tak lama setelahnya, Kyle pun langsung bangkit dari posisinya dan berjalan menuju pintu begitu mendengar suara ketukan di sana, pertanda minuman yang dipesan Caleb telah tiba.

Waktu telah menunjukkan hampir pukul satu pagi saat keduanya bersiap di depan televisi untuk menghabiskan hari pertama mereka di Bali.

Lampu besar kamar tersebut sudah redup, digantikan dengan beberapa ambience light untuk menciptakan suasana yang lebih hangat serta ditemani dengan dua gelas berukuran tinggi untuk dua anak adam yang tengah duduk berdampingan— meskipun Kyle tak akan menggunakan yang satunya sebab ia sedang tak ingin mengonsumsi alkohol malam itu.

“Kamu bener gamau, nih?” Tanya Caleb seraya menuangkan cairan berwarna merah ke gelasnya, mengisi hingga sepertiga bagian gelas.

“Iya, Cal. Aku temenin kamu aja.”

Kyle kemudian kembali mengalihkan fokusnya pada layar segiempat di depannya yang menampilkan aksi laga dari film yang dipilih Caleb tadi. Ia memang membiarkan pria itu memilih tayangan untuk menemani malam mereka, sebab dirinya sudah tak dapat memikirkan apapun selain beristirahat.

Namun, tanpa Caleb sadari, diam-diam Kyle ternyata memperhatikan dirinya dari samping. Ia merasakan kesejukan saat menatap wajah pria itu.

Bagaimana garis bibirnya naik saat ia tersenyum, atau kedua alis yang mengerut serta bibir mengerucut lucu saat ia tengah serius menikmati film yang ditayangkan, semuanya Kyle suka. Lantas, hal tersebut membawa tangannya tanpa sadar menyentuh sisi wajah Caleb, membuat pria itu menoleh sedikit kebingungan.

“Kenapa, sayang?” Tanyanya lembut, menaruh gelas miliknya di atas meja kemudian mengalihkan atensinya ke si Desember sepenuhnya. “Kamu ngantuk, ya? TV-nya mau dimatiin aja biar bisa tidur?”

Sebuah gelengan dari Kyle membuat Caleb semakin kebingungan. Ia kemudian kembali meneguk minuman berwarna merah tua itu, namun dikejutkan dengan Kyle yang tiba-tiba mendekat dan menempelkan bibirnya tepat di atas milik Caleb, meminum seluruh wine tersebut secara langsung melalui mulutnya.

“Mmm, ternyata enak rasanya. Tapi, kayaknya aku prefer minumnya langsung dari kamu aja, deh.”

Dan lagi-lagi Caleb dibuat gila oleh Kyle yang semakin hari bertindak semakin berani, entah berkat siapa yang mengajari.

You’re not going anywhere after this, princess. Kamu harus tanggung jawab.”

Well, siapa takut?”

© essehour

Add a comment

Related posts:

Dreams Do Come True!

Things we dream of can come true, just maybe not the way we imagined. Sometimes, the way it plays out in real life is even better than we imagined. When I was a child, I had two big dreams. I wanted…

What is a Pulmonologist?

Are you having trouble breathing? Are you experiencing a persistent cough or chest pain? If so, you should see a pulmonologist. A pulmonologist is a medical professional specializing in the…